Nama Nyi Ageng Serang mungkin tidak seterkenal Cut Nyak Dien atau
Kartini. Meski demikian, perjuangan yang dilakukan oleh beliau sangatlah
besar. Dengan gagah berani, Nyi Ageng Serang berjuang melawan Belanda
meski nyawa taruhannya. Beliau tidak berdiam diri di dalam megahnya
keraton tapi memilih terjun ke medan peperangan untuk membela rakyat
dari penjajahan.
Nyi Ageng Serang membuktikan bahwa wanita bisa melakukan apa saja seperti halnya pria. Wanita bisa bergerak ke medan pertempuran dan berjuang hingga titik darah penghabisan. Selama membela negeri, mati pun tidak akan sia-sia. Berikut kisah selengkapnya tentang Nyi Ageng Serang.
Saat berusia 16 tahun, Nyi Ageng Serang masuk ke Keraton sesuai dengan anjuran dari saudaranya. Di dalam keraton, dia sambut hangat oleh Hamengkubuwono II yang kala itu sedang menjawab. Di lingkungan yang baru ini, Nyi Ageng Serang mulai belajar banyak hal termasuk belajar hal-hal terkait perang yang telah banyak dilakukan oleh ayahnya.
Nyi Ageng Serang tidak mau tinggal di keraton. Dia lebih memilih untuk tinggal di luar bangunan nyaman itu agar bisa mengamati penjajah. Mengetahui keteguhan hati dari Nyi Angeng Serang yang tidak bisa dipatahkan, keduanya memutuskan bercerai dengan baik-baik. Hamengkubuwono II menikah lagi begitu pula Nyi Ageng Serang hingga anak-anak mereka dijodohkan.
Setelah menikah lagi, Nyi Ageng Serang semakin bersemangat untuk melakukan perang. Terlebih lagi, suaminya yang sekarang adalah salah satu Panembahan dari kerajaan. Dari sini, pasangan suami istri ini berjuang dengan sekuat tenaga. Keduanya kerap membahas strategi-strategi perang sehingga Belanda kerap kelimpungan untuk melakukan penumpasan.
Saat Pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan dan melawan Belanda, Nyi Ageng Serang mendukungnya dengan sangat penuh. Meski usianya sudah tidak muda lagi, beliau terjun langsung di medan perang. Melalui strategi-strateginya yang ulung, Pangeran Dipinegoro berhasil membuat Belanda kelimpungan hingga perang Diponegero dikenal sebagai perang terparah bagi Belanda selama di Indonesia. Nyi Ageng Serang memberikan banyak contoh hebat bagi generasi penerusnya. Dengan semangat yang berapi-api, beliau berjuang hingga akhirnya wafat pada tahun 1833 dan dimakamkan di Kulon Progo. Semoga kiprah dari Nyi Ageng Serang bisa terus kita ingat dan tidak dilupakan zaman.
Nyi Ageng Serang membuktikan bahwa wanita bisa melakukan apa saja seperti halnya pria. Wanita bisa bergerak ke medan pertempuran dan berjuang hingga titik darah penghabisan. Selama membela negeri, mati pun tidak akan sia-sia. Berikut kisah selengkapnya tentang Nyi Ageng Serang.
Rajin Belajar dan Sangat Cerdas
Nyi Ageng Serang memiliki nama asli R.A. Kustiah Wulangningsih Retno Edi. Beliau lahir di desa Serang, Jawa Tengah pada tahun 1762 dari ayah seorang Panembahan Senopati kenamaan dari Mataram Islam. Sejak kecil, Nyi Ageng Serang dididik dengan baik oleh keluarganya sehingga tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan juga cerdas.Saat berusia 16 tahun, Nyi Ageng Serang masuk ke Keraton sesuai dengan anjuran dari saudaranya. Di dalam keraton, dia sambut hangat oleh Hamengkubuwono II yang kala itu sedang menjawab. Di lingkungan yang baru ini, Nyi Ageng Serang mulai belajar banyak hal termasuk belajar hal-hal terkait perang yang telah banyak dilakukan oleh ayahnya.
Dipersunting Hamengkubuwana II untuk Menjadi Istri
Seiring dengan berjalannya waktu, kecerdasan dari Nyi Ageng Serang semakin meningkat. Pun kecantikan alami yang beliau miliki juga semakin memesona. Melihat hal ini, Hamengkubuwono II kesengsem dan akhirnya mempersunting Nyi Ageng Serang meski beberapa kali menolak. Akhirnya, karena desakan dari beberapa pihak keduanya menikah dengan beberapa syarat.Nyi Ageng Serang tidak mau tinggal di keraton. Dia lebih memilih untuk tinggal di luar bangunan nyaman itu agar bisa mengamati penjajah. Mengetahui keteguhan hati dari Nyi Angeng Serang yang tidak bisa dipatahkan, keduanya memutuskan bercerai dengan baik-baik. Hamengkubuwono II menikah lagi begitu pula Nyi Ageng Serang hingga anak-anak mereka dijodohkan.
Memilih Tinggal di Luar untuk Berjuang
Sebagai seorang wanita, harusnya Nyi Ageng Serang akan bahagia hidup dengan kemewahan dari istana. Namun, beliau menolak dengan sangat tegas. Di luar istana, dia bisa mengumpulkan banyak pasukan yang akan dilatihnya sendiri. Dengan kemampuan taktik berperang yang cukup tinggi, Nyi Ageng Serang membuat pasukan semut ireng yang jago melakukan gerilya dan berkamuflase.Setelah menikah lagi, Nyi Ageng Serang semakin bersemangat untuk melakukan perang. Terlebih lagi, suaminya yang sekarang adalah salah satu Panembahan dari kerajaan. Dari sini, pasangan suami istri ini berjuang dengan sekuat tenaga. Keduanya kerap membahas strategi-strategi perang sehingga Belanda kerap kelimpungan untuk melakukan penumpasan.
Ahli Strategi yang Sangat Ulung dalam Perang
Selama hidup, Nyi Ageng Serang adalah salah satu penasehat perang dari Keraton Mataram dan juga pejuang di sekelilingnya. Dia memiliki banyak sekali akal yang diaplikasikan di dalam perang sehingga Belanda yang melawan menjadi kalang kabut. Nyi Ageng Serang terus berjuang meski usianya terus bertambah dan tubuhnya semakin renta.Saat Pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan dan melawan Belanda, Nyi Ageng Serang mendukungnya dengan sangat penuh. Meski usianya sudah tidak muda lagi, beliau terjun langsung di medan perang. Melalui strategi-strateginya yang ulung, Pangeran Dipinegoro berhasil membuat Belanda kelimpungan hingga perang Diponegero dikenal sebagai perang terparah bagi Belanda selama di Indonesia. Nyi Ageng Serang memberikan banyak contoh hebat bagi generasi penerusnya. Dengan semangat yang berapi-api, beliau berjuang hingga akhirnya wafat pada tahun 1833 dan dimakamkan di Kulon Progo. Semoga kiprah dari Nyi Ageng Serang bisa terus kita ingat dan tidak dilupakan zaman.