Inilah Filosofi Pandawa Lima yang Ternyata Mencerminkan Sifat Manusia
Pandawa Lima merupakan tokoh yang tak terpisahkan dalam cerita
Mahabarata. Lima bersaudara yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna,
Nakula, dan Sadewa ini menjadi bagian dari Perang Baratayuda melawan
Kurawa. Sebenarnya antara Pandawa Lima dan Kurawa adalah saudara sepupu,
namun mereka diceritakan memperebutkan tahta Hastinapura dalam Perang
Baratayuda.
Di sisi lain, perang antara Pandawa Lima dan Kurawa ini kadang juga
diibaratkan sebagai perang antara sifat baik dan sifat jahat, di mana
Pandawa Lima mewakili sifat baik dan Kurawa sebagai sifat jahat. Nah
karena disebut demikian, seperti apa makna yang terkandung dalam tokoh
pewayangan Pandawa Lima ini? Berikut kami ulas filosofi Pandawa Lima
yang ternyata karakternya mencerminkan sifat dasar manusia.
Yudhistira
Yudhistira atau yang juga dikenal sebagai Puntadewa adalah kakak
tertua dari Pandawa Lima. Sebagai seorang pemuka dalam Pandawa Lima, di
atas mahkotanya terdapat secarik kertas putih yang menjadi jimat
kesaktiannya. Jimat ini disebut sebagai Klimo Sodo atau Syahadatain,
“Laailahaillallah Muhammadarrasulullah”. Hal ini menggambarkan seseorang
yang telah berucap kalimat syahadat akan memiliki keyakinan mendalam
sehingga dapat memunculkan kekuatan untuk mengalahkan kejahatan. Yudhistira [image source]Selain
itu, tokoh Yudhistira dalam pewayangan juga diibaratkan sebagai ibu
jari (jempol) yang mengibaratkan kakak tertua untuk menaungi dan memberi
contoh kesopanan dalam kehidupan. Yudhistira digambarkan memiliki
karakter yang menerima (nrimo) dengan selalu mengatakan “silakan” atau
“monggo”. Dalam budaya Jawa, perkataan ini selalu dibarengi dengan ibu
jari yang menunjukkan arah untuk menggambarkan kesopanan atau suatu
persutujuan.
Bima
Bima atau Werkudoro digambarkan memiliki sosok yang bertubuh tinggi
besar seperti raksasa dan wajah yang garang tetapi selalu menunduk
seperti orang shalat. Bila sedang melakukan sesuatu, Bima tidak bisa
diganggu sampai ia selesei. Hal ini memberi pesan bahwa orang yang
sedang shalat tidak bisa diganggu gugat. Ia juga mempunyai kekuatan yang
disebut sebagai Aji Pancanaka yang berarti lima kekuatan. Lima kekuatan
ini adalah shalat lima waktu, yakni subuh, dhuhur, ashar,maghrib, dan
isya’. Bima [image source]Dalam
pewayangan, Bima juga diibaratkan sebagai jari telunjuk. Ia memiliki
perawakan raksasa dengan hati yang lurus seperti jari telunjuk dan galak
untuk mengingatkan sesuatu. Hal ini seperti budaya masyarakat kita,
yang jika sedang marah akan menggunakan jari telunjuk yang mengacung
untuk mengingatkan kesalahan kepada orang lain.
Arjuna
Arjuna yang juga dikenal dengan nama Janaka adalah seorang yang suka
bertapa. Ia berjiwa teguh serta berwajah tampan. Dalam pewayangan,
dengan pertapaannya ini, Arjuna digambarkan sebagai sifat orang yang
rajin menjalankan ibadah puasa, ia akan memiliki jiwa yang kuat dan
tenang untuk menghadapi segala tantangan dan cobaan hidup. Arjuna [image source]Dalam
pewayangan, Arjuna juga diibaratkan sebagai jari tengah. Ini
diibaratkan Arjuna sebagai lelananging jagad (lelaki dunia) yang menjadi
impian setiap wanita. Sebenarnya ia tidak begitu tampan dan rupawan,
bahkan Arjuna sering keluar-masuk hutan, berjambang banyak (brewok) dan
kasar perawakannya. Namun demikian, ia tetap menjadi impian wanita
dikarenakan mampu untuk “menyenangkan” hati para wanita.
Nakula
Nakula adalah kakak tua dari saudara kembarnya, Sadewa. Ia
digambarkan sebagai kesatria pandawa yang rajin dan giat bekerja.
Penampilannya juga tidak sembarangan dengan pakaian rapi dan bagus
namun tetap dermawan. Hal ini diibaratkan, dalam pewayangan, Nakula
adalah sosok yang digambarkan sebagai perwujudan ibadah zakat dan haji.
Mereka yang berzakat adalah orang-orang yang dermawan dan mereka yang
naik haji adalah yang mampu. Nakula [image source]Di
sisi lain, Nakula juga diibaratkan sebagai jari manis. Sebagai kakak
kembar dari saudaranya, Sadewa, sebenarnya Nakula memiliki perawakan
yang lebih tampan ketimbang Arjuna karena Nakula adalah simbol dari
ketampanan, keindahan, dan keharmonisan. Oleh karenananya, cincin
pernikahan selalu diletakkan di jari manis sesuai sifat Nakula yang
tampan, indah, dan harmonis.
Sadewa
Sadewa yang merupakan adik termuda dalam Pandawa Lima memiliki sifat
yang mirip dengan kakak kembarnya, Nakula. Ia dalam berpenampilan juga
rapi dan bagus sehingga sedap dipandang mata. Sifat yang selalu memberi
juga tampak dari dirinya persis seperti Nakula. Oleh karenanya, ibadah
zakat dan haji dilekatkan pada dua tokoh kembar ini, yang artinya tidak
terpisahkan oleh keadaan mereka yang mampu dalam hal kekayaan. Sadewa [image source]Sadewa
sebagai adik terkecil diibaratkan pula sebagai jari kelingking, yakni
jari terkecil. Ia digambarkan sebagai orang yang mampu membawa
kestabilan dan kebersihan. Di dalam salah satu kisah pewayangan,
kemampuan Sadewa ini diceritakan sampai mampu membersihkan Bethari Durga
untuk kembali ke wujud awal beliau,Dewi Uma. Hal ini menggambarkan
Sadewa sebagai jari kelingking yang mampu membersihkan sampai ke
sela-sela terkecil apapun.
Nah, itulah Pandawa Lima yang ternyata karakternya mencerminkan sifat
dasar manusia. Jika Pandawa diibaratkan sebagai sifat baik dan Kurawa
sebagai sifat buruk, maka seyogyanya Perang Baratayuda adalah kecamuk
antara sifat baik dan buruk dalam diri manusia. Siapa yang menang? Tentu
orang itu sendiri yang menentukan.
Meski bulan sadar,
bintang itu tak ia milliki sendiri..
bulan hanya ingin,
bintang sllu menemaninya,
dimanapun,kapanpun,dan sampai kapanpun..
Sama hal nya seperti aku dan kamu kawan ;)